Hukum-Hukum Dalam Islam Itu Apa Saja Dalam Islam

Hukum-Hukum Dalam Islam Itu Apa Saja Dalam Islam

Tidak menyebabkan kerugian maupun keuntungan

Hukum Arisan dalam Islam

Terkait hukum arisan dalam Islam, para ulama terbagi menjadi dua pendapat. Ada ulama yang membolehkan dan terdapat ulama yang mengharamkan.

Namun, mayoritas ulama seperti Ar-Razi Asy-Syafi'i, Abdul Aziz bin Baz, dan Muhammad bin Al-'utsaimin, berpendapat, hukum arisan adalah mubah atau boleh. Berikut ini beberapa alasan mayoritas ulama memperbolehkan arisan:

Arisan adalah jenis muamalah yang diperbolehkan karena termasuk akad utang piutang yang mengandung unsur saling membantu

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 2 tentang anjuran sifat

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Wa ta‘āwanū ‘alal-birri wat-taqwā, wa lā ta‘āwanū ‘alal-iṡmi wal-‘udwān(i), wattaqullāh(a), innallāha syadīdul-‘iqāb(i).

"...Tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya," (QS. Al-Maidah [5]: 2).

Di sisi lain, sebagian ulama yang mengharamkan arisan di antaranya Shalih Al-Fauzan dan Abdul Aziz bin Abdullah Alu Asy-Syaikh. Alasan ulama tersebut mengharamkan arisan di antaranya mengandung riba, menimbulkan permusuhan, kebencian, pertengkaran, kezaliman, hingga adanya pengundian, dan pemindahan hak.

Dari dua pandangan di atas, dapat diambil kesimpulan, arisan boleh dilakukan selama tidak ada unsur riba, ketidakjelasan, merugikan pihak lain, hingga ketidakadilan. Praktik arisan dapat dititikberatkan kepada perbuatan untuk saling tolong menolong sesama anggota.

YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.

Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.

Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).

Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.

“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.

Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Perlombaan atau musabaqah telah menjadi bagian dari aktifitas manusia sejak dahulu hingga sekarang. Berbagai macam hal yang diperlombakan di masyarakat. Terkadang perlombaan juga disertai dengan adanya hadiah bagi pemenangnya. Bagaimana hukum perlombaan dalam islam?

Musabaqah dari as sabqu yang secara bahasa artinya:

القُدْمةُ في الجَرْي وفي كل شيء

“Berusaha lebih dahulu dalam menjalani sesuatu atau dalam setiap hal” (Lisaanul Arab).

Maka musabaqah artinya kegiatan yang berisi persaingan untuk berusaha lebih dari orang lain dalam suatu hal. Disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (2/155):

المسابقة: هي المجاراة بين حيوان وغيره، وكذا المسابقة بالسهام

“Musabaqah adalah mempersaingkan larinya hewan atau selainnya, demikian juga persaingan dalam keahlian memanah”.

Penyangkalan dan Ketaatan Buta Telah Membunuh Korban

Tak dimungkiri, penyangkalan demi penyangkalan yang muncul bak petir yang menyambar itu, nyatanya membuat luka para korban bertambah parah. Bagaimana tidak, rasa sakit yang tak tervalidasi bahkan disangkal adalah hantaman keras yang lagi-lagi harus ditelan oleh mereka.

Korban KDRT yang kemudian melaporkan kejadian yang ia alami kepada keluarga kandungnya, dengan harapan akan mendapat pertolongan malahan menuai cacian. Tak ayal, ini membuat mental korban semakin tak karuan. Dikecewakan oleh fakta bahwa mengadukan kekerasan yang ia alami, hanya membuat ia dianggap sebagai istri yang tak pandai menjaga aib suami. Yang disesalkan adalah ketika korban mulai menormalisasi atau mewajarkan kekerasan yang ia terima dan ini merupakan imbas dari terus-menerusnya ia mendapatkan penyangkalan dari orang-orang terdekatnya.

Bukankah sudah banyak korban yang mengalami hal demikian? Merasa pantas untuk dihina pasangannya, layak dipukul dan diperlakukan tidak manusiawi hanya karena kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin ia perbuat, bahkan ketika ia tak melakukan kesalahan apa pun.

Hanya karena sesuatu tidak terjadi kepada kita, bukan berarti hal tersebut tidak ada. Hanya karena kita tidak berada pada posisi di mana sudah jutaan perempuan dan anak menjadi korban kekerasan ini. Bukan berarti perasaan korban tidak valid.

Alhasil, diam menjadi pilihan terburuk yang bisa dilakukan oleh sebagian besar korban yang memutuskan untuk tidak melaporkan apa yang ia alami. Disadari atau tidak, penyangkalan secara langsung maupun tidak langsung melalui komentar-komentar jahat itu, telah membungkam keberanian korban untuk meminta pertolongan, untuk mencari ruang aman, dan menyelamatkan dirinya.

Sontak saja, memori ingatan saya menarik pada kejadian beberapa tahun silam di mana saya berada di lingkaran pengajian khusus perempuan yang sampai kini doktrin agama yang sempat kutelan itu nyatanya masih laris dan kebanyakan terlontar dari mulut perempuan. Terlebih ketika berurusan dengan permasalahan rumah tangga. Adapun bunyi kalimatnya yaitu, “diam adalah emas”. Sabar yang pasif (tanpa upaya). Belum lagi dibumbui dengan “dipaksa” untuk bersyukur atas karunia-karunia yang lain.

Baca juga: Agar Tak Ada Lagi KDRT dan Pembunuhan Anak Jagakarsa

Tak perlu berfokus pada yang pahitnya dari rumah tangga, fokus saja pada hal-hal baik itu. Sehingga, tak apa jika dibuat memar, tak apa jika dimaki, direndahkan, yang penting tak bercerai, yang penting masih dinafkahi. Sebab, Tuhan sangat membenci perceraian. Lalu hilang kemanusiaan, nyawa pun melayang atas nama ketaatan buta.

Gegap gempita kembang api yang berdentum kencang di malam tahun baru, nyatanya kuamini sebagai teriakan para perempuan korban kekerasan yang tengah berteriak memohon pertolongan. Kuamini sebagai isak tangis mereka yang bercampur kemarahan sebab terus dibungkam dan tak didengar.

Jika surga harus dibayar dengan badan lebam dan trauma akibat KDRT suami, maka aku tak keberatan kehilangannya. Toh, ada pintu surga lain yang bisa dimasuki.

Ilustrasi oleh: Karina Tungari

tirto.id - Arisan merupakan salah satu jenis muamalah yang dipraktikan sejumlah orang di masyarakat. Pihak wanita menjadi kaum yang paling banyak melakukan jenis muamalah tersebut. Praktik arisan oleh para wanita berdasarkan kajian sejarah, diketahui telah dilakukan semenjak abad 9 Hijriah dengan sebutan jumu'ah.

Lantas, apa pengertian dan arti arisan? Bagaimana sistem arisan uang, barang, atau spiritual? hingga bagaimana hukum arisan dalam Islam? Artikel ini akan mengulas tentang arisan terutama dalam ranah kajian agama Islam.

Arisan dalam bahasa Arab mempunyai beberapa sebutan lain seperti Al-Qardu at-ta'awuni, Al-Qardu al-jama'i, dan Al-Jumu'ah. Al-Khotslan menyebut arisan dengan jam'iyyah muwaddhofin, yang berarti perkumpulan atau asosiasi para karyawan. Alasan penyebutan tersebut, karena praktik arisan di Arab, populer dilakukan para karyawan di berbagai unit kerja.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperoleh.

Arisan kurang lebih dibagi menjadi tiga macam, meliputi uang, barang, dan spiritual. Pertama, arisan uang, dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah besaran uang yang telah ditentukan dari kesepakatan para peserta. Setelah uang terkumpul, akan dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang mendapatkan giliran dulu.

Kedua, arisan barang yang pelaksanaanya sama seperti arisan uang. Namun, hasil arisan jenis ini bukan uang melainkan barang mahal seperti motor, mesin cuci, kulkas, dan sebagainya. Tujuan arisan barang, salah satunya untuk memberikan keringanan bagi mereka yang ingin membeli barang namun terlalu mahal dengan uang tunai.

Ketiga, arisan spiritual, arisan dengan objek hasil jasa seperti perjalanan haji, umrah, kurban, dan sebagainya. Salah satu tujuan arisan spiritual ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan, karena mendapatkan biaya untuk menunaikan ibadah seperti haji atau kurban.

Manfaat arisan tidak mengurangi harta yang diutangkan sedikit pun

Kedua pihak mendapatkan manfaat yang sama, baik yang utang maupun yang diutangi.

Apakah Arisan itu sama dengan Utang?

Arisan sama dengan utang. Pada hakikatnya, arisan adalah praktik utang yang dilakukan secara bergilir. Sebagai contoh, terdapat 12 orang yang akan mengadakan arisan uang sebesar Rp500 ribu per bulan selama setahun.

Setiap bulan, akan terkumpul uang arisan sebesar Rp6 juta yang diberikan kepada mereka yang namanya keluar dalam undian. Arisan akan terus berlanjut setiap bulan hingga seluruh anggota mendapatkannya.

Tato merupakan gambar yang dilukis di kulit tubuh. Bagaimana hukum bertato dalam Islam? Apakah seorang muslim boleh bertato?

Anggota Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU), Dr. Phil. Syafiq Hasyim, MA menjelaskan hukum bertato dalam Islam di program Tanya Jawab Seputar Islam (Tajil) di CNNIndonesia.com.

Proses menato tubuh dengan benda tajam dinilai dapat menyakiti diri sendiri. Syafiq mengatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak memperbolehkan umatnya menyakiti dan menganiaya diri sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Atas dasar ini lah, tato tidak boleh dimiliki oleh umat Islam. Rasulullah SAW sendiri mengutuk orang-orang yang bertato," kata Syafiq.

Lalu, bagaimana hukum seseorang yang sudah terlanjur memiliki tato? Apakah ibadah orang yang bertato diterima Allah SWT?

Berikut hukum bertato dalam Islam dan hukum ibadah orang yang bertato. (Foto: istockphoto/baytunc)

Syafiq menyebut salat orang yang bertato tetap diterima Allah SWT dengan syarat.

"Secara fikih, salat orang-orang yang sudah terlanjur memiliki tato tetap diterima oleh Allah SWT, tapi mereka harus bertobat. Dalam pengertian bahwa mereka harus merasa menyesal dan menjaga dirinya untuk tidak membuat tato kembali," tutur Syafiq.

Itulah hukum bertato dalam Islam dan hukum ibadah orang yang bertato.

Hukum Lomba Dengan Hadiah

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ

“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta” (HR. Tirmidzi no. 1700, Abu Daud no. 2574, Ibnu Hibban no. 4690, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Ibnu ‘Abidin rahimahullah mengatakan:

لَا تَجُوزُ الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ إلَّا فِي هَذِهِ الْأَجْنَاسِ الثَّلَاثَةِ

“Maksudnya, tidak diperbolehkan lomba dengan hadiah kecuali dalam tiga jenis lomba yang disebutkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 6/402).

Dari hadits ini, ulama sepakat bahwa lomba yang disebutkan dalam hadits maka hukumnya jika ada hadiahnya. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:

إِنْ كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ بِجَائِزَةٍ فَقَدِ اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى مَشْرُوعِيَّتِهَا فِي الْخَيْل، وَالإبِل، وَالسَّهْمِ

“Jika lombanya berhadiah maka ulama sepakat ini disyariatkan dalam lomba berkuda, balap unta, dan memanah.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 15/80).

Adapun untuk selain lomba yang disebutkan dalam hadits, jumhur ulama mengatakan tidak diperbolehkan. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ السِّبَاقُ بِعِوَضٍ إِلاَّ فِي النَّصْل وَالْخُفِّ وَالْحَافِرِ، وَبِهَذَا قَال الزُّهْرِيُّ

“Jumhur fuqaha berpendapat bahwa tidak diperbolehkan perlombaan dengan hadiah kecuali lomba menanah, berkuda dan balap unta. Ini juga pendapat dari Az Zuhri.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 24/126).

Dan semua lomba yang bermanfaat untuk membantu jihad fi sabilillah, maka diqiyaskan dengan tiga lomba tersebut, sehingga dibolehkan mengambil hadiah dari lombanya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Lomba yang berhadiah hukumnya haram kecuali yang diizinkan oleh syariat. Yaitu yang dijelaskan oleh sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam:

لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ

“Tidak boleh ada lomba (berhadiah), kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta.”

Maksudnya, tidak boleh ada iwadh (hadiah) pada lomba kecuali pada tiga hal ini. Adapun nashl, maksudnya adalah memanah. Dan khiff maksudnya adalah balap unta. Dan hafir artinya balap kuda. Dibolehkannya hadiah pada tiga lomba tersebut karena mereka merupakan hal yang membantu untuk berjihad fi sabilillah. Oleh karena itu kami katakan, semua perlombaan yang membantu untuk berjihad, baik berupa lomba menunggang hewan atau semisalnya, hukumnya boleh. Qiyas kepada unta, kuda dan memanah. Dan sebagian ulama juga memasukkan dalam hal ini perlombaan dalam ilmu syar’i, karena menuntut ilmu syar’i juga merupakan jihad fii sabilillah. Oleh karena itu perlombaan ilmu-ilmu syar’i dibolehkan dengan hadiah. Diantara yang memilih pendapat ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah” (https://www.youtube.com/watch?v=7xWSOcOWkXw)

Dengan demikian lomba yang diperbolehkan untuk mengambil hadiah adalah:

Adapun yang tidak termasuk dua kategori ini maka tidak boleh ada hadiah dalam perlombaan. Itulah hukum perlombaan dengan hadiah dalam islam.

Baca Juga: Melecut Semangat Untuk Menuntut Ilmu Syar’i dan Beramal Shalih

Tidak ada dalil dari Al-Qur'an maupun Sunah yang secara langsung menyinggung hukum arisan

Oleh sebab itu, hukum arisan dikembalikan pada hukum muamalah secara umum sebagaimana disebutkan kaidah fikih sebagai berikut:

الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

"Hukum asal semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."